Sejarah masuknya Islam
di Kota Sragen ternyata tak lepas dari Keraton Kasunanan Surakarta. Diawali
dengan adanya peristiwa Geger Pecinan yaitu pemberontakan orang-orang China
yang dihasut oleh VOC. Akibat dari peristiwa tersebut, kabupaten Kartosuro
hancur. Sunan Pakubuwono II kemudian memindahkan ibukota Mataram dari Kartosuro
ke Surakarta.
Pada Tahun 1817 M,
Kasunanan Surakarta mengutus seorang Kyai bernama Kyai H. Zainal Mustopo untuk
menjadi pejabat landrat di daerah Bumi Sukawati yang sekarang disebut Kota
Sragen. Kyai H. Zainal Mustopo saat itu tinggal di daerah Kauman. Disinilah
awal mula tertulis sejarah masuknya Islam di Sragen. Pada saat itu mulai
diadakan pembinaan dan pembangunan Masjid oleh Kyai Zainal Mustofa
atas prakarsa Kasunanan Surakarta sebagai sarana ibadah masyarakat Kauman dan
sekitarnya. Saat ini masjid tersebut dinamakan Jamik.
Masjid Jamik merupakan salah satu bukti awal penyebaran
agama Islam di Sragen. Saat awal pendirian, Masjid Jamik Kauman memiliki luas
sekitar 144 m2 yang terletek di Dukuh Kauman, Sragen Wetan,
Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen. Arsitektur masjid masih asli, pintu dan
jendela memiliki warna khas keratin yakni hijau dan putih. Bentuk bangunannya
berasitektur Hindu-Jawa yaitu bentuk bujur sangkar dengan atap bersusun. Di
bagian barat terdapat makam pendiri Masjid Jamik yakni Kyai H. Zainal Mustopo
beserta istri dan keturunannya. Pengaruh Kerajaan Surakarta terlihat dari
bentuk masjid menyerupai bangunan Jawa yang terdiri pendopo dan serambi.
Masjid Kauman Sragen merupakan bangunan penanda
batas wilayah kekuasaan Keraton Kasunanan Surakarta. Meskipun sudah mengalami
renovasi sebanyak dua kali, sejumlah bagian peninggalan masa-masa pembangunan
awal masjid tersebut masih tersisa. Tampak dari luar tak jauh berbeda dengan masjid-masjid kebanyakan
di Sragen yang berasitektur khas Jawa dengan bentuk bujur sangkar dan atap
bersusun dengan bahan material baru. Akan tetapi, bila kita masuk ke dalamnya, kita akan
melihat sejumlah bagian bangunan yang menunjukkan sudah berumur tua, seperti
empat buah pilar berbahan kayu jati yang dipertahankan sejak berdirinya masjid
tersebut pada 1840. Bahkan, ukiran-ukiran yang ada pada pilar masjid
tersebut masih terlihat jelas dan berkesan menyimbolkan eksistensi Masjid
Kauman hingga saat ini. Selain empat pilar masjid berbahan kayu jati tersebut,
ujar Arkanuddin, mimbar khotbah yang saat ini digunakan juga menjadi
peninggalan sejak awal berdirinya masjid tersebut.
Tak hanya pada bagian utama masjid, gapura Masjid Kauman
yang berada di bagian depan bangunan utama juga saat ini berdiri kokoh
menyambut kedatangan umat Islam yang akan beribadah sejak dulu hingga sekarang.
Salah satu titik lainnya di bagian
kawasan masjid tersebut yang menjadi bagian dari sejarah tempat itu adalah
sejumlah makam pendiri dan pemelihara Masjid Kauman.
Keberadaan makam para pendiri dan
pemelihara masjid tersebut, merupakan wujud kesetiaan para pelaku sejarah
masjid tersebut kepada agama Islam dan Keraton Kasunanan Surakarta meskipun
tugas mereka sudah berakhir karena takdir maut.
Sampai sekarang Masjid Jamik telah direnovasi sebanyak dua
kali yakni pada tahun 1970 dan tahun
1995 dengan biaya dari APBD kabupaten Sragen, dari Bupati Sragen, BAZNAZ
Kabupaten Sragen dan dana kas masjid. Lepas dari keraton, masjid ini menjadi
milik perorangan dan status tanahnya adalah tanah wakaf dan dikelola oleh
Kabupaten Sragen.
Strategi penyiaran agama Islam yang dilakukan oleh pendiri
Masjid Jamik yakni dengan metode ceramah dan teladan yang baik bagi masyarakat
sekitar. Sebagai pusat penyiaran agama Islam di Kabupaten Sragen, Masjid Kauman
terus menunjukkan eksistensinya dalam hal tersebut sejak sekitar 1840. Meskipun
para pendiri dan pemeliharanya telah meninggal dan mengakhiri tugas, Masjid
Kauman Sragen akan terus menunjukkan eksistensinya dan kesetiannya sebagai
tempat penyiaran agama Islam di Sragen dan kawasan di sekitarnya.
Masjid Jamik Kauman merupakan masjid tertua yang
merupakan bukti nyata awal mula penyebaran Islam di Kota Sragen. Bukti
arkeologis hasil peninggalan Keraton Kasunanan Surakarta tersebut pantas
dijadikan warisan budaya local maupun nasional. Oleh karena itu sebagai penerus
budaya leluhur, masyarakat Sragen harus menjaga keberadaan Masjid Jamik Kauman
Sragen. Demikian artikel ini semoga bermanfaat bagi pembaca.⬅
Tidak ada komentar:
Posting Komentar